BPW HIPKA SULBAR DORONG BNPB LEBIH MASIF DALAM PENCEGAHAN BENCANA DAN KOLABORASI SEMUA PIHAK DEMI PERTANIAN BERKELANJUTAN

MAMUJU –, _Bencana banjir dan tanah longsor yang kembali melanda Mamuju menunjukkan bahwa upaya pencegahan bencana harus lebih diutamakan agar dampak yang terjadi dapat diminimalkan. Badan Pengurus Wilayah Himpunan Pengusaha KAHMI (BPW HIPKA) Sulawesi Barat menekankan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus lebih masif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dalam mitigasi bencana. Namun, HIPKA Sulbar juga menggarisbawahi bahwa keberhasilan upaya ini tidak bisa hanya bergantung pada BNPB, melainkan memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Ketua Umum BPW HIPKA Sulbar, Muh. Arifain, SH., MH., menegaskan bahwa mitigasi bencana harus menjadi strategi jangka panjang yang berorientasi pada keberlanjutan dan produktivitas masyarakat, terutama di sektor pertanian.

“Bencana yang berulang ini menunjukkan bahwa kita belum serius dalam pencegahan. BNPB harus lebih masif dalam mengedukasi masyarakat, tetapi upaya ini tidak bisa berjalan sendiri. Semua pihak harus terlibat, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat, untuk menciptakan sistem pertanian yang tidak hanya produktif tetapi juga berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan,” ujar Arifain, Jumat 31 Januari 2025 –

Kolaborasi Semua Pihak untuk Pencegahan dan Produktivitas Berkelanjutan

BPW HIPKA Sulbar mengusulkan agar BNPB memimpin koordinasi lintas sektor dalam pencegahan bencana. Berikut pihak-pihak yang perlu berkolaborasi dan perannya masing-masing:

1. BNPB dan BPBD – Sebagai lembaga utama dalam penanggulangan bencana, BNPB dan BPBD harus memimpin edukasi, sosialisasi, serta membangun infrastruktur mitigasi seperti embung, terasering, dan penguatan vegetasi di daerah rawan longsor.

2. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Hidup) – Bertanggung jawab dalam penyusunan kebijakan pertanian yang ramah lingkungan, termasuk insentif bagi petani yang menerapkan metode pertanian konservatif.

3. Akademisi dan Peneliti – Menganalisis pola tanam yang paling sesuai untuk daerah rawan bencana serta memberikan rekomendasi solusi berbasis riset dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

4. Pelaku Usaha dan Investor – Termasuk anggota HIPKA Sulbar, dapat membantu pendanaan untuk implementasi teknologi pertanian ramah lingkungan serta mendukung program-program pemberdayaan petani.

5. Masyarakat dan Petani – Sebagai pihak yang paling terdampak, petani perlu diberikan akses terhadap pelatihan dan teknologi agar dapat menerapkan sistem pertanian yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim dan bencana.

Pertanian Berkelanjutan: Solusi Pencegahan yang Tetap Produktif

BPW HIPKA Sulbar menekankan bahwa upaya mitigasi bencana tidak boleh menghambat produktivitas masyarakat. Oleh karena itu, solusi yang diusulkan harus berbasis pertanian berkelanjutan, yaitu:

• Menjaga keseimbangan ekosistem dengan tidak hanya fokus pada hasil produksi, tetapi juga pada kesehatan tanah, konservasi air, dan kelestarian hutan.

• Menggunakan tanaman yang lebih ramah lingkungan seperti kopi, kakao, dan tanaman hortikultura berakar kuat yang dapat mencegah erosi dan longsor.

• Mengadopsi sistem agroforestri yang mengombinasikan tanaman produktif dengan pohon keras untuk meningkatkan daya tahan tanah terhadap erosi.

• Meningkatkan ketahanan ekonomi petani dengan memberikan akses ke pasar dan teknologi yang mendukung produktivitas tanpa merusak lingkungan.

“Kami berharap BNPB tidak hanya fokus pada tanggap darurat tetapi lebih aktif dalam pencegahan. Dengan kolaborasi semua pihak dan penerapan pertanian berkelanjutan, kita bisa mengurangi risiko bencana tanpa mengorbankan produktivitas masyarakat,” tutup Arifain.

BPW HIPKA Sulbar akan terus mendorong implementasi solusi ini dengan menggandeng BNPB, pemerintah daerah, akademisi, dan dunia usaha agar Sulawesi Barat menjadi lebih tangguh terhadap bencana di masa depan. (**)

About Author

Spread the love