VMSNEWS.NET ___ Penulis ___ Muhammad Yunan ___ Dosen STAIN Majene ___Ilahi Anta maqshudiy waridhaka mathlubi a’thini mahabbataka (Tuhanku, Engkau yang kumaksud dan ridha-Mu yang kucari, anugerahilah hamba cinta-Mu)
Dulu waktu masih usia remaja, Almarhum Kiyai kami di kampung menganjurkan doa di atas untuk diamalkan setiap mau mendirikan shalat. Menurut penjelasannya, doa ini dapat membantu diri agar bisa konsentrasi atau khusyu’ dan bisa menjauhkan diri dari kebiasaan menghayal duniawi ketika sedang menjalankan ibadah. Doa yang pendek dan mudah dihapal. Di dalam doa di atas, kita meminta perkara yang sangat penting dalam menjaga kualitas dan kelanggenan ibadah kita kepada Allah, yaitu memohon mahabbah atau cinta Allah.
Dalam membincang masalah mahabbah ini, penulis tidak akan menjebak diri dalam menjelaskan tentang defenisi cinta. Alasannya sederhana, karena ulama sekaliber Habib Prof. M. Quraish Shihab saja, yang dikenal luas sebagai pakar Tafsir Al-Quran, mengaku kesulitan untuk mendefenisikannya. Lebih-lebih penulis yang kedudukannya bukan seorang pakar dalam bidang apapun. Habib M. Quraish Shihab menuturkan, “Sangat sulit mendefinisikan tentang cinta walaupun terlalu banyak (yang mendefinisikanya) dari mulai orang awam sampai filosof”.
Seribu kata yang ditulis dan seribu lembar kertas yang habis digunakan untuk menjelaskan tentang manisnya gula, semua penjelasan yang menguras pikiran dan waktu itu tetap akan kalah di hadapan orang yang menjelaskan manisnya gula dengan cara langsung menggunakan sendok untuk mengambil gula, lalu disuapkan ke mulut orang yang ingin mengenal rasa manisnya. Seperti itulah keadaan yang akan dihasilkan bagi siapa saja yang ingin menjelaskan cinta. Dalam ungkapan Jalaluddin Rumi, ia menegaskan bahwa “Meskipun lidahku telah mampu menguraikan, namun tanpa lidah cinta ternyata lebih terang, sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya”. Dalam ungkapan yang lain ia berkata, “ Kata-kata hancur berkeping-keping begitu sampai kepada cinta.” Olehnya itu, dalam kesempatan ini, saya hanya ingin memperkenalkan tanda-tandanya melalui media ayat kauniah Tuhan yang menjadi fenomena umum di tengah-tengah kita, dari masa ke masa dan biasa kita saksikan, bahkan mungkin pernah mengalaminya secara langsung.
Fenomena yang dimaksud adalah keadaan yang biasa kita saksikan di lingkungan sekitar kita, yaitu keadaan remaja di saat memasuki masa puberitas (baler dalam bahasa Mandar), akan muncul banyak perilaku pada diri remaja tersebut yang terasa janggal dan asing jika dibandingkan dengan kebiasaan dalam pergaulan yang berlaku pada wilayah umum semua orang. Dalam kisah romantisme timur yang ditulis oleh Syekh Nizham, penampakan seperti itu hanya mampu diwakilkan dengan menggunakan kata “Majnun” (si gila) . Gelar itu yang dilekatkan pada diri Qais kekasih Layla karena dipandang berperilaku aneh dari kebiasaan pergaulan umum di lingkungan sekitarnya. Di antara perilaku aneh yang muncul pada remaja yang sedang dimabuk cinta pada pacar atau kekasihnya tersebut di antaranya:
1. Ketika sendirian, sering kita dapati ia dalam keadaan senyum-senyum sendiri, ketawa-ketawa sendiri, bahkan menangis sendiri. Senyumnya jelas karena sedang mengingat kebaikan pacarnya, ketawanya karena mengingat tingkah lucu kekasihnya, dan sedih atau tangisnya karena alasan sedang menanggung rindu dan mendamba pertemuan.
2. Ketika sedang dalam keadaan sibuk oleh pekerjaannya, lalu mendapat panggilan lewat handphone dari sang pacar, maka tanpa berfikir panjang ia tinggalkan urusannya, demi mendahulukan panggilan kekasih.
3. Ketika mendengar nama kekasihnya disebut atau apapun yang berkenaan dengannya, jantungnya langsung berdetak kencang bagai genderang perang yang sedang ditabuh.
4. Ketika hendak mempersembahkan kado atau hadiah pada sang kekasih, ia pilih kado yang paling istimewa lalu dibungkus dengan rapi, diberi kata-kata yang indah, tak lupa menyemprotkan parfum biar harum. Harapannya agar sang kekasih bergembira menerima hadiah persembahannya.
5. Siang malam hati dan pikirannya konek terus kepada sang kekasih. Chatting, telpon dan perjumpaan terasa belum cukup. Bahkan ia selalu berdoa, meminta kepada Tuhan agar dipertemukan dalam mimpi dengan sang kekasih. Doanya mengumandang setiap kali ingin merebahkan tubuhnya untuk tidur. Pasita’ tori’ di pangipi’u Puang.
6. Dalam keseharian, ia terus larut dalam ingatan kepada kekasihnya, bahkan sampai lupa mengurus dirinya sendiri. Ia lupa mandi, ia lupa makan, ia lupa tidur dan lupa mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.
Kira-kira begitulah gambaran umum tentang keadaan remaja yang lagi dimabuk kasmaran. Terlepas dari perdebatan boleh tidaknya pacaran, di sini penulis sekedar ingin mengajak pembaca untuk mengambil pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya. Sebab menurut penulis, bahwa dalam hal keburukan sekalipun kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah apabila kita mau merenungkannya. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan mengganti objek kecintaan di atas, dari cinta kepada lawan jenis menuju cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Berikut hasilnya:
1. Alangkah indahnya keadaan diri seorang hamba yang mampu menghidupkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya di tempat keramaian dan tempat kesendirian. Senyumnya hadir karena mengingat kebaikan-kebaikan Allah dan Rasul, air matanya meleleh karena alasan terharu dan rindu yang berat kepada Allah dan Rasul. Hatinya menanggung rindu dan mendamba pertemuan.
2. Alangkah indahnya keadaan diri seorang hamba yang mampu menghidupkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika mendapati panggilan Tuhan di saat ia sedang dalam keadaan sibuk oleh urusan pekerjaannya, lalu tanpa berfikir panjang ia tinggalkan urusannya, demi mendahulukan panggilan Allah dan Rasul sebagai kekasihnya.
3. Alangkah indahnya keadaan diri seorang hamba yang mampu menghidupkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika ia mendengar nama Allah dan Rasul disebut, atau apapun yang berkenaan dengannya, hatinya bergetar, jantungnya langsung berdetak kencang bagai genderang perang yang sedang ditabuh.
4. Alangkah indahnya keadaan diri seorang hamba yang mampu menghidupkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika hendak mempersembahkan ibadahnya, ia persembahkan ibadah yang istimewa, yang bukan sekedar menggugurkan kewajiban belaka. Harapannya agar Allah dan Rasul yang menjadi Kekasih-Nya bergembira dan ridha pada ibadah persembahannya.
5. Alangkah indahnya keadaan diri seorang hamba yang mampu menghidupkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Siang malam, hati dan pikirannya terus larut dalam zikir mengingat Sang Kekasih, yakni Allah dan Rasul-Nya. Bahkan ia selalu berdoa, meminta kepada Tuhan agar dipertemukan dalam mimpi dengan sang kekasih, Baginda Muhammad al-Mushtafa saw. Doanya mengumandang setiap kali ingin merebahkan tubuhnya untuk tidur.
6. Hamba yang selalu disibukkan oleh zikir dalam keadaan tertentu ia akan mengalami kemanunggalan (wihdah al-wujud) seperti yang dialami oleh sufi-sufi tersohor sepanjang masa, seperti al-Hallaj, Ibnu ‘Arabi dan lainnya. Dalam fana’ kediriannya hilang, hingga yang ada hanya Dia Yang Maha Ada, tiada yang lain (Lailaha illallah wala maujudu illallah).
Demikianlah kehebatan cinta apabila digunakan untuk mendekati Allah dan Rasul. Maka benar apa yang disampaikan oleh Maulana Jalaluddin Rumi, “Jika engkau bukan seorang pencinta, maka jangan pandang hidupmu adalah hidup. Sebab tanpa Cinta, segala perbuatan tidak akan dihitung. Pada hari perhitungan nanti, setiap waktu yang berlalu tanpa Cinta, akan menjelma menjadi wajah yang memalukan di hadapan-Nya.” Allah berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al-Imran: 31).
Akhirnya saya sudahi tulisan ini dengan kembali mengutip penjelasan Rumi, “Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan dengan panjang lebar, namun ketika ia kudatangi, aku jadi malu pada keteranganku sendiri”.
Ya Surural ‘arifin, ya Munal muhibbin, ya Anisal muridin, ya Habibat tawwabin, ya Raziqal muqillin, ya Raja’al muznibin, ya Qurrata’ainil ‘abidin, ya Munaffisa ‘anil makrubin, ya Mufarrija ‘anil maghmumin, ya Ilahal awwalin wal akhirin. Subhanaka ya Lailaha Illa Anta, al-ghaus al-ghaus khallishna minannari ya Rabb. (Wahai Kebahagiaan para `arifin, wahai Dambaan para pencinta, wahai Penghibur orang-orang yang berkeinginan, wahai Kekasih orang-orang yang bertaubat, wahai Pemberi rizki orang-orang yang berkekurangan, wahai Harapan para pedosa, wahai Penyejuk hati orang-orang yang beribadah, wahai Yang Membahagiakan orang-orang yang sengsara, wahai Yang Menyenangkan orang-orang yang menderita, wahai Tuhan orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir. Maha Suci Engkau, tiada Tuhan kecuali Engkau, lindungi kami, lindungi kami, lindungi kami, selamatkan kami dari api neraka ya Rabb). Semoga bermanfaat, wallahu a’lam.
Allahumma shalli’ala Sayyidina Muhammad wa Ali Sayyidina Muhammad.
Universitas Tomakaka Jadi Tuan Rumah Temu Wicara Regional FKTMSI Se-Sulselbar
Potensi Bisnis di sektor MIGAS, Untuk Divisi Dimensional Control Surveyor:
VISI METAVERSE By Galatia Chandra Author of Hacking Your Mind