Menanti Debat Terbuka Rizal Ramli Vs Luhut Binsar Panjaitan : Mungkinkah Itu Terjadi?

Oleh : M Amin Husen.
(Civil Society Institut.
Law Enforcement Watch.)

VMSNEWS.NET JAKARTA

Pendahuluan-
Sungguh menarik dan layak diapresiasi manakala wacana Diskusi atau Debat Terbuka tentang ihwal utang negara antara RR vs LBP menjadi kenyataan, yang pastinya sangat diharapkan dan ditunggu-tunggu publik.

Seriuskah LBP menawarkan diskusi terbuka atau hanya retorika politik saja untuk mengalihkan issu dan mengecoh publik?

Patut direspon dan diapresiasi
Ajakan diskusi terbuka dari LBP terkait soal utang negara yang banyak menuai kritik itu, spontan mendapat respon dari beberapa pakar ekonom termasuk RR. Ini adalah fase baru dari awal yg baik dalam mengelola kritik dan perbedaan pendapat antara rezim dan aktifis pergerakan melalui ajakan duduk satu meja dalam forum diskusi terbuka.

Menariknya, LBP tiba-tiba melontarkan tawaran dialog atau diskusi terbuka dengan mereka yang kerap mengeritik ihwal utang negara yang sudah menggunung itu. Padahal sebelumnya, kritik M Said Didu diresponnya secara represif dan penuh arogansi hingga M Said Didupun diseret ke Bareskrim Polri akibat kritiknya itu.

Tiba-tiba LBP sontak menawarkan diskusi atau dialog terbuka prihal Utang Negara. Seriuska ?!
Apapun motif serta maksud dan tujuan LBP melontarkan ajakan diskusi terbuka itu, agaknya layak direspon dan diapresiasi untuk memahami lebih dalam hal ihwal utang tsb dari perspektif penguasa yg diwakili LBP.

Kalau saja karut marut yang bersumber dari masalah kebijakan politik yang kemudian mengundang berbagai kritik itu disikapi rezim dengan sikap persuasif dengan membuka ruang dialog, sehingga tidak perlu mengedepankan pendekatan represif dan arogan, maka tentu perbedaan pandangan dan sikap kritis terhadap kebijak rezim tidak perlu sampai meruncing serta menimbulkan ketegangan dan kegaduhan politik seperti yang terjadi hari ini.

Sayang sekali, kritik yang dilontarkan oleh banyak pihak, justru disikapi dengan represif dan penuh curiga, lalu mengundang aparat yang sigap bertindak dan menyeret mereka yang dituding menyebar fitnah dan ujaran kebencian, sebagaimana yang dialami beberapa aktifis dawah. Fakta seperti ini sangat naif dan sungguh mengalami set back dari sisi politikal will atau kemauan baik dalam membangun tata kehidupan demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Apapun alasannya, menyeret dan mendeskreditkan seseorang yang melontarkan kritik lalu menjadi tertuduh adalah sikap ceroboh, arogan dan sewenang-wenang sebagai cerminan dari siksp kerdil dan picik yang jauh dari wawasan kenegaraan yang memiliki perspektif tentang sendi-sendi kehidupan demokrasi yang baik. Bahwa kritik dan social control dalam konteks check and balancing merupakan hal lazim dan legal konstitusional dalam tatanan kehidupan demokrasi, yang semestinya disikapi proporsional, persuasif dan bijak.

Membangun komunikasi dan membuka ruang dialog sebagai langkah kearah menumbuhkan saling pengertian dalam memahami dan menyikapi perbedaan dari perspektif masing-masing, sehingga dapat mengurangi atau meredakan ketegangan dan kegaduhan. Sebaliknya, manakala setiap perbedaan pendapat disikapi negatif, prasangka dan tidak luwes serta merta menempatkan pihak-pihak yang berbeda pendapat dan sering melontarkan kritik pada posisi musuh yang harus dibungkam. Maka fakta ini menjadi pertanda matinya demokrasi di negeri ini.

Oleh karena itu, ajakan LBP untuk duduk bersama dalam sebuah forum diskusi atau dialog terbuka patut direspon dan diapresiasi sebagai wujud kemauan baik dalam upaya membangun komunikasi untuk saling memahami sikap dan pendapat dari perspektif masing-masing yang diharapkan bisa melahirkan lesepakatan-kesepakatan positif bagi kepentingan hajat hidup orang banyak.

Jika pola komunikasi dan dialog ditumbuhkan menjadi sebuah alternatif mengatasi perbedaan, meredakan ketegangan dan kegaduhan politik di tengah publik, maka pasti konsekwensinya berimbas pada pekerjaan preman dan petualang politik serta para buzzers seperti Ade Armando, Denny Siregar, Abu  Janda dkk, yang selama ini paling represif dan agresif melancarkan intrik, agitasi, fitnah, provokasi dan adu domba untuk menyudutkan aktifis dawah dan pergerakan. Mereka tentu kehilangan order atau pesanan dari pihak-pihak berkepentingan yang selama ini memakai jasa mereka untuk mendeskreditkan dan menteror para aktifis dawah dan pergerakan sebagai target operasi mereka dalam mengais rezeki dengan cara menjijikkan dan menghinakan.

Sudah saatnya rezim segera sadar dan introspeksi untuk kembali ke jalan yg benar dan lurus dalam menjalankan roda kehidupan bernegara diatas rambu-rambu dan koridor hukum sesuai eksistensi Indonesia sebagai negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (maachstaat). Jangan lagi memberi celah dan ruang bagi para preman dan petualang politik serta para buzzers untuk berulah menimbulkan kisruh dan gaduh yang tidak berkesudahan serta mengundang rasa muak dan antipati.

Penutup-
Jikalau penguasa mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas dalam membuat dan mengelola kebijakan publik sesuai prinsip-prinsip tatakelola yang baik, sesungguhnya itulah hal mendasar dari aspirasi dan tuntutan publik.

Maka konsekwensinya, semua kebijakan atau keputusan politik yang menjadi hajat kepentingan rakyat banyak, mestinya terbuka ruang untuk dikomunikasikan atau didialogkan dengan kepala dingin, tidak hanya terbatas soal utang negara, tetapi juga soal-soal lainnya yang cukup serius, fundamental dan signifikan, misalnya tentang Eksodus TKA China, RUU HIP, RUU Omnibuslaw, kasus HRS, Kivlan Zein, Siti Fadhilah Supari, Novel Baswedan, Harun Masiku dan hal-hal lainnya yang masih menjadi sorotan tajam publik pencari keadilan di negeri ini

Jakarta,  16 Juni 2020.

[man

About Author

Spread the love